Cerita sebuah cangkir untuk kamu yang bersedih

Posted on

Dulu aku bukan cangkir. Dulu aku adalah segumpal tanah liat. Kemudian tuanku mengambilku dan mulai meremas-remas serta membentuk aku. Rasanya sakit sekali. Aku memohon agar dia menghentikannya, tetapi dia hanya tersenyum sambil berkata, “Belum selesai !”

Kemudian aku ditempatkan pada semacam alat yg berbentuk putaran dan tuanku memutar-mutar diriku. Aku mulai merasa mual dan tidak tahan lagi, tetapi akhirnya putaran itu berhenti. Baru saja aku menarik nafas lega karena mengira segala sesuatunya sudah berakhir, tuanku menempatkan aku di atas panggangan. Aku tidak mengerti mengapa dia mau memanggang aku; aku berteriak-teriak memohon agar dia menghentikannya. Melalui kaca panggangan itu, samar-samar aku bisa melihat, tetapi dia hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, “Belum selesai !”

Akhirnya selang beberapa saat tuan itu datang dan mengeluarkan aku. “Aduh enaknya,” aku menarik nafas lega. Tiba-tiba saja, tuan mengangkatku lagi dan mulai menggosok-gosok tubuhku dengan amplas dan sikat. Lalu dia mengambil kuas dan debunya begitu tebal sehingga rasanya aku hampir pingsan. Kemudian dia mulai memberi corak dan warna pada sekujur tubuhku. Aku memohon agar dia berhenti, tetapi dia melanjutkannya sambil berkata, “Belum selesai !”

Sekali lagi aku ditempatkan di panggangan. Yang ini panasnya dua kali labih panas daripada yg pertama. Aku tahu aku akan tersedak. Aku memohon dan memohon, aku menangis dan menangis; tetapi tetap saja dia tersenyum dan berkata, “Belum selesai !”

Aku mulai merasa putus harapan. Aku tak sanggup lagi. Aku tak tahan lagi. Bagiku segala-galanya sudah berakhir. Aku memutuskan utk menyerah. Kemudian pintu terbuka dan tuanku berkata, “Sekarang sudah selesai!”

Tubuhku diangkat dan diletakkan diatas rak utk beristirahat. Setelah itu tuanku menghampiri aku dengan membawakan cermin dan menyuruhku melihat ke cermin. Aku hampir tidak bisa mempercayai penglihatanku sendiri. Kataku, “Wah, bagus betul cangkir itu.”

Kemudian tuanku menjelaskan : “Aku ingin engkau mengerti bahwa aku tahu ketika aku meremas dan membentukmu, engkau merasa sakit. Aku tahu bahwa alat pemutar itu membuatmua merasa mual. Tetapi jika kau tidak kusentuh, engkau akan mengering dan tetap saja berupa seonggok tanah liat. Tanpa kepribadian. Aku tahu bahwa berada di dalam panggangan itu rasanya panas sekali, tetapi jika itu tidak kulakukan, kau akan hancur berantakan.

Aku tahu kau tidak suka disikat dan dilukis, tetapi jika itu tidak kulakukan maka kau tidak memiliki warna. Ah, aku tahu panggangan yg kedua itu lebih panas! Tetapi jika kau tidak kumasukkan ke situ, maka kau tak akan bisa menentang tekanan hidup. Engkau tidak
bisa bertahan lama.

Jadi, ketika kau mengira segalanya begitu sulit, aku masih memelihara engkau. Sejak semul aku sudah tahu kau akan menjadi seperti apa. Di benakku aku tahu seperti apa hasil yang akan kuperoleh sejak pertama kali aku menyentuhmu! “

5 comments

  1. Cerita yang menginspirasi sekali,,,
    sangat berguna buat merenungkan hidup,,,dan menambah semangat tuk menghadapi tantangan,,

    Bangfad :
    Iya… cerita ini memang ditujukan untuk sahabat2 yang mendapatkan sedikit cobaan… 🙂 agar bisa melihat sisi baik dari sebuah musibah 🙂

Leave a Reply to yudi wardoyo Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.