Diam itu Aku

Posted on

Udara panas menyengat, mentari seakan-akan membakar tubuhku adzan zuhur telah berkomandang tertiup angin yang mendayu dan masuk ke sela-sela dinding dapur yang tak bertembok. Aku hampar sebuah kain yang terlipat di atas bongkahan kotak-kotak, kutarik sebuah bantal yang tanpa sarung, aku mulai memejamkan mata di tengah-tengah panasnya cuaca Kota Hantu.

Adzan Ashar telah terdengar kecil di telinga, ibarat bisikan nafas sang sayahdu mendayu, ingin ku bangkit dan berwudhu, namun setelah aku berwudhu aku merasakan tenggorokanku sakit, sakit serasa di iris sebilah bambu yang runcing dan tajam, aku seakan berteriak dan mengingat apa yang menyebabkan tenggorokan ku sakit, namun rasa itu kulewatkan saja, karena aku mengira itu hanya panas dalam biasa.

Adzan magrib yang ditunggu2 ribuan juta umat muslim di indonesia telah berkomandang, aku mulai merapikan diri dan menyiapkan hidangan buka puasa, namun kali ini aku hanya bisa merasakan nikmatnya segelas air putih, karena aku ternyata tidak bisa menelan, aku bingung dan sedikit sedih, mungkin nikmat hari ke 10 di bulan ramadhan ini tak bisa ku nikmati, tapi aku tetap bersyukur bahwa akan ada suatu makna dibalik kesakitanku.

Malam tiba, aku mulai memejamkan mata, beberapa orang temanku asyik bercerita di teras depan, namun aku tak bisa ikut nimbrung bersama, karena aku letih, badan sedikit gemetar, leher sakit, dan seakan ada pemahat sejati di ternggorokanku.

Pagi hari saat akan menggelar sahur bersama, aku semakin panik, hampir-hampir aku tak merasakan adanya roh di badanku, aku mengira aku akan mati, aku hanya bisa mengucap dan pasrah, aku kehilangan nafas, karena adanya pembengkakan di rongga mulut hingga menutup seluruh kerongkonganku dan akhirnya aku bernafas dengan mulut.

Sakit yang kurasakan seakan tak berhenti hanya disitu saja, tak lama kemudian aku ingin berbicara tapi sakit dan sakit yang kurasakan, seperti ada yang mengorek di kerongkongan ini, aku seakan panik dan meneteskan air mata, aku tak bisa berbicara hari ini, mungkin ini adalah teguran dari Allah yang melihat aku berbicara boong, dusta, dan sering kali aku berbicara yang tidak bermanfaat.

Jadi aku hanya bisa bersyukur bahwa aku masih di peringatkan untuk tidak melakukan sebuah hal yang merugikan diriku, makna inilah yang dapat ku petik dari diamnya diriku di hari 10 ramadhan. Pelajaran yang berarti tidak akan datang dengan sendirinya melainkan memerlukan pengorbanan dan pesakitan. Mungkin cerita ini bisa kugambarkan DISINI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.