Hiduplah dengan Mataku

Posted on 153 views

“Aku pengen banget lihat indahnya dunia ini dan melihat wajah seorang malaikat yang selalu menemani aku di …”
Ucap Sinta dengan penuh harapan.

“Malikat … ?”
Tanya Adhi bingung.

Sinta: “Ia malaikat, kamu itu seperti seorang malikat Dhi, yang selalu menemani dan menjaga aku”
Adhi: “kamu bisa aja Sinta …”
Sinta: “Dhi, kenapa sih kamu mau menemani aku ?”
Adhi: “Karna aku sayang banget sama kamu dan aku ga mau terjadi apa-apa sama kamu”.
Ucap Adhi tulus sambil memegang telapak tangan kiri Sinta.

Sinta: “Sayang … ?
Kamu sayang sama aku, bukannya kamu hanya kasihan dengan seorang gadis buta seperti aku ?”
Adhi: “Kenapa kamu bicara seperti itu, jadi kamu meragukan perasaan aku ?”
Sinta: “Bukanya aku meragukan Dhi, mana ada sihh seseorang yang ingin punya kekasih tunanetra, itu hanya dapat membuat …………”
Belum selesai bicara Sinta memutuskan kata-katanya.
Adhi: “Membuat apa ?”
Sinta hanya terdiam sejenak,
Adhi: “Aku menyayangi kamu dengan tulus Sinta, bukan karna aku kasihan dengan kamu, jadi buanglah keraguan kamu itu.
Aku ingin menjadi kekasih yang selalu menjaga dan menemani kamu Sinta”.
Sinta: “Maafin aku Dhi, aku ga bisa menjadi kekasih kamu, kamu lebih pantas dengan wanita normal bukan seperti aku”.
Adhi: “Kenapa kamu bicara seperti itu Sinta ?
Aku ingin kamu bicara jujur bagaimana perasaan kamu selama ini sama aku ?”
Sinta: “Sudahlah Dhi, ga ada sedikitpun perasaan aku untuk kamu, aku selama ini hanya mengganggap kamu sebagai teman !”
Adhi: “Kamu bohong Sinta, kamu bohong …. !!!”
Teriak Adhi dengan sedih dan ia segera berlari pergi dari hadapan Sinta dengan membawa kehancuran dihatinya.
Sinta hanya terdiam dan merenung atas semua yang telah dikatakannya pada Adhi.

Dalam hatinya Sinta berkata
“Maafin aku Dhi, aku telah membohongi perasaan aku.
Sebenarnya aku sayang sama kamu tapi aku tidak ingin menyusahkan kamu.
Semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku”.

Ternyata Sinta juga memendam perasaan dengan Adhi, terpaksa ia mengorbankan cintanya hanya karna ketidak sempurnaan dirinya, namun apa yang dilakukannya itu justru membuat dua hati menjadi hancur.

***

Dalam gelapnya malam yang di terangi sinar bulan dan bertabur bintang terlihat Adhi yang sedang duduk diteras depan rumah bibinya,
Melihat Adhi sendirian Evhie segera menghampirinya.

Evhie: “Hei … Sendirian aja mas, boleh gak gue nemenin ?”
Adhi: “Nemenin tidur !!”
Canda adhi.
Evhie: “Sialan lo … !! Nemenin duduklah”.
Adhi: “Duduk tinggal duduk, pake basa basi segala lo”.
Tanpa komentar lagi Evhie lekas duduk disamping adhi.

Evhie: “Eh … Gimana tuh kabarnya Sinta ?”
Tanya Evhie yang seakan meledek Adhi,

Adhi: “Ga tau !!!”
Ucap Adhi singkat.
Evhie: “Bukannya lo buntutnya dia ?, dimana ada dia pasti disitu ada lo !!”
Adhi: “Au-Ah …… Ngapain sihh bicarain dia !”

Evhie: “Kelihatannya lo lagi kesel banget nih sama dia”
Adhi: “Iya gue kesel sama dia !!!!”
Evhie: “Santai ajalah bicaranya, emang lo kesel kenapa ?”
Adhi: “Mau tau aja lo !”
Evhie: “Yeh ditanyanya …”

Adhi: “Vhie, tau ga kalau Sinta tuh pengen banget bisa melihat”
Evhie: “Yeh ,,, semua orang buta juga pengen bisa melihat, asal lo tau ya Dhi keluarganya tuh dari dulu udah berusaha untuk mencari pendonor untuk Sinta, tapi mana ada orang yang mau mendonorkan matanya (rugi banget), Sekalinya ada orang yang udah meninggal, tapi ga cocok”.
Adhi: “Pasti ada seseorang yang mau memberikan matanya buat Sinta’
Evhie: “Siapa orangnya ?”
Adhi: “Gue … !!!”
Evhie: “Bercanda lo ?”
Adhi: “Serius, gue pengen Sinta bisa melihat dari lahir sampai sekarang yang dia lihat hanyalah kegelapan”.

Mendengar kata-kata Adhi, Evhie hanya tersenyum tipis …

Evhie: “Lo tuh harus berfikir panjang Dhi, jangan seenaknya aja ngambil keputusan seperti itu, secara lo itu seorang penulis kalau saja lo ga bisa melihat gimana lo mau kerja dan lo ga akan bisa kemana-mana tanpa ada seseorang yang menemani lo Dhi”

Ucap Evhie yang meyakinkan keputusaannya Adhi,

Adhi: “Gue ga peduli Vhie, gue sayang sama dia dan gue akan ngelakuin apa saja untuknya, lagi pula gue udah puas melihat dunia dan kehidupan ini, sekarang saatnya dia merasakan kebahagiaan yang belum pernah dia rasakan”.
Evhie: “Lo udah bener-bener kena virus cinta Dhi, asal lo tau cinta yang seperti ini hanya memberi penderitaan buat lo …”

Adhi tetap kekeh dengan keputusaanya dan tak mempedulikan saran sepupunya itu.

Setelah berfikir matang-matang Adhi memutuskan untuk mendonorkan kedua bola matanya untuk Sinta,
keesokan paginya ia bergegas pergi kerumah sakit untuk berkonsultasi pada dokter mata, setelah melakukan pembicaran dan persetujuan dengan dokter dan keluarga Sinta akhirnya mereka sepakat untuk Adhi mendonorkan matanya dengan syarat Sinta tidak boleh mengetahui hal ini.

Setelah mendapat kabar dari orang tuanya bahwa akan ada seseorang yang akan mendonorkan matanya untuk Sinta, Sinta merasa bahagia sekali atas kabar itu ternyata apa yang di impikannya terwujud, tanpa ragu ia menelpon Adhi.

Adhi: “Halooo”
Sinta: “Adhi …”
Adhi: “Iya Sinta, ada apa ?”
Sinta: “Kamu tau gak, aku tuh hari ini bahagia banget,”
Adhi: “Bahagia kenapa ?”
Sinta: “Ada seseorang yang mendonorkan matanya untuk aku,”
Adhi: “Lalu ?”
Sinta: “Jika aku bisa melihat orang yang pertama aku lihat adalah kamu, lalu pendonor itu, keluargaku, dan semuanya.”
Adhi: “Hehe …”
Sinta: “Koq, kamu malah tertawa sih ?”
Adhi: “Ya aku bahagia aja, karna sebentar lagi aku akan mempunyai pacar yang dapat melihat.”
Sinta: “Aku maksud kamu ?”
Adhi: “Iya ………”
Sinta: “Ihh … PD banget kamu. Oh iya, aku mau nanti sore kita ketempat biasa, aku mau menghirup udara sejuk itu yang terakhir dan untuk selanjutnya aku akan melihatnya tempat itu untuk yang pertama kalinya.”
Adhi: “Iya-iya nanti sore aku akan jemput kamu.”
Sinta: Ya udah aku tunggu nanti sore, makasih Adhiii ……

Setelah melakukan pembicaraan dengan Sinta melalui telpon Adhi meneruskan pembicaraanya dengan dokter dan orang tua Sinta.
Adhi: “Jadi kapan operasinya akan di lakukan dok ?”
Tanya Adhi pada dokter itu,
Dokter: “Sebelum oprasi dilakukan sebaiknya anda diperiksa terlebih dahulu, apakah kornea mata anda cocok dengan kornea mata Sinta”
Adhi: “Kalau begitu bisa kita mulai pemeriksaannya sekarang”
Sambung dokter itu: “Ya sudah ok …”
Jawab dokter menyetujuinya,

Sesaat Adhi dan beberapa dokter mata memasuki ruang pemariksaan, Adhi diperiksa mulai dari golongan darah sampai kesehatannya apakah cocok untuk menjadi pendonor.
Setelah melalui proses pemeriksaan yang menghabiskan waktu sekitar satu jam akhirnya dokter memutuskan Adhi cocok untuk mendonorkan matanya,
proses operasi akan dilakukan esok hari tingal menunggu kesiapan mental Adhi dan Sinta saja untuk melakukan operasi.

Setelah aktivitas yang melelahkan itu Adhi tak lupa dengan janjinya pada Sinta seraya akan menemuinya dipuncak pinggir perkebunan teh.
Ia berjalan seorang diri menuju tepi puncak itu sesampainya terlihat Sinta yang sedang duduk sendiri menunggu kedatangan Adhi.

Adhi: “Sinta dengan siapa kamu kemari ?”
Tanya Adhi yang terheran melihat Sinta sudah berada disitu seorang diri,
Sinta: “Bibi yang mengantarkan aku kesini dan sekarang ia sudah kembali”
“Oh …” Jawab Adhi.

Tanpa bicara panjang lebar ia segera duduk disamping kanan Sinta,

Sinta: “Dhi, aku sudah gak sabar nihh ingin melihat !!”
Adhi hanya tersenyum mendengar harapan Sinta,
Sinta: “Sungguh baik sekali orang yang mendonorkan matanya itu, padahal kata ibuku pendonor itu masih hidup Dhi”.
Adhi: “Kamu harus bersyukur Sinta karna masih ada orang yang seperti itu”.
Sinta: “Ohh iya Dhi, apakah masih ada sedikit saja rasa sayang kamu untuk aku ?”
Adhi: “Maksud kamu Sinta ?”
Adhi kaget mendengar ucapan Sinta yang tidak pernah selama ini ia ucap dari bibirnya.
Sinta: “Maksud aku, apa kamu masih menyimpan perasaan sama aku ?”
Adhi: “Perasaan aku ke kamu, ga secepat itu hilang, jadi aku masih menyimpan harapan sama kamu, kenapa kamu bertanya seperti itu Sinta ?”
Tanya Adhi terheran,
Sinta: “Karna sebenarnya aku juga memendam perasaan Dhi sama kamu, hanya karna ketidak sempurnaan ku, aku merasa tidak pantas mendampingimu”
Adhi: “Kamu bodoh Sinta, cinta itu buta, cinta itu menerima apa adanya jadi aku ga peduli apapun yang terjadi sama kamu, dengan tulus aku menerima kekurangan kamu.”
Sinta: “Aku ga mau Dhi kalau kamu harus menderita hanya karena mempunyai kekasih yang tidak sempurna”.
Adhi hanya terdiam,
Sinta: “Dhi kalau nanti aku dapat melihat, aku mau mencintai kamu dengan tulus”.
Adhi: “Sungguh apa yang kamu katakan itu Sinta ?”
Sinta: “Iya Dhi karna selama ini orang yang dapat memberikan aku kenyamanan hanya kamu”.
Adhi sangat bahagia mendengar ucapan Sinta yang secara tiba-tiba.
Sinta: “Dhi, pasti tempat ini indah sekali aku tidak sabar ingin melihatnya”.
Adhi: “Iya Sinta, tempat ini begitu indah”.

Mereka sejenak terdiam, Adhi mulai mendekap erat tubuh Sinta dengan kasih sayang yang begitu dalam.

Keesokan paginya Adhi terbangun dari tidurnya yang lelap, hari ini adalah hari terakhir ia melihat dunia, ia mulai mencuci wajahnya dan pergi keluar halaman rumah memandang alam yang begitu asri dan udara yang sangat sejuk, ia berfikir mungkin Sinta akan bahagia jika ia dapat melihat ini semua.
Tanpa pikir panjang ia segera mempersiapkan diri untuk melaksanakan pencangkokan mata untuk Sinta, sesaat ia ingin pergi didepan teras ia bertemu dengan Evhie (Sepupu Adhi).

Evhie: ”Kamu mau kemana Dhi ?”
Tanya Evhie curiga,
”Hari ini aku dan Sinta akan melakukan pencangkokan mata”
Jawab Adhi ragu.
Evhie: ”Apa kamu yakin dengan semua itu Dhi, apa kamu sudah berpikir matang-matang ?
Ini bukan perkara sepele Dhi kalau kamu tidak yakin sebaiknya jangan dari pada nanti kamu akan menyesal !.”
Ucap Evhie yang seakan tidak ingin Adhi melakukan ini semua,
Adhi: ”Aku yakin Vhie, aku sudah memikirkan semuanya sudah cukup puas aku melihat pahit dan manisnya kehidupan ini, namun sedikitpun Sinta tidak pernah melihat indahnya dunia ini, jadi aku akan memberikan kebahagiaan untuknya biarlah semua ini terjadi aku ikhlas memberikan kedua mata ku ini”.

Mendengar penjelasan Adhi Evhie tidak dapat berbuat apa-apa ia hanya terdiam dengan matanya berkaca-kaca,
“Begitu besarnya rasa sayang Adhi terhadap Sinta.”

”Vhie aku berangkat dulu ya ?”
Pamit Adhi padanya, Adhi mulai pergi dari hadapan Evhie dan ia lekas pergi kerumah sakit sendiri dengan menggunakan sepeda pinjamannya.
Sesampainya dirumah sakit terlihat Sinta dan keluarganya sedang menunggu kedatangan Adhi,
namun Sinta masih tidak mengetahui bahwa seseorang yang mendonorkan matanya adalah Adhi.
Adhi lekas menemui dokter sepesialis mata yang akan menanganinya.
”Bagaimana dok, apa operasinya sudah dapat dilakukan ?”
Tanya adhi pada salah satu dokter itu,
”Kalau anda sudah siap operasinya akan segera dilaksanakan”
Jawab dokter itu seakan meyakinkan Adhi,
”Saya sudah siap dok ,,,!”
Balas Adhi singkat.
Adhi sudah siap Sinta pun begitu mereka segera masuk keruang operasi untuk melakukan transfusi mata, operasi itu memakan waktu yang cukup lama dengan dibantu beberapa spesialis dokter mata operasi itu berjalan dengan lancar namun Adhi dan Sinta belum sadarkan diri, seluruh keluarga Sinta hawatir dengan keadaan Adhi dan Sinta apakah mereka akan baik-baik saja, waktu terus mengalir bagaikan air gelap pun sudah menyelimuti langit seluruh keluarga telah lelah menanti kesadaran Adhi dan Sinta
Mereka meninggalkan rumah sakit dan kembali kerumah masing-masing.

Malam semakin larut, disisi lain Evhie tidak henti-hentinya memikirkan keadaan Adhi.
Ia berfikir mengapa Adhi begitu mau mendonorkan matanya hanya untuk seorang wanita yang sangat dicintainya.
Senja mulai tiba, perlahan Adhi mulai sadar dari biusan obat yang membuatnya tak sadarkan diri, ia merasakan kegelapan disekelilingnya, ia mulai menyadari dirinya sudah tak dapat melihat lagi namun ia tidak merasa sedih dengan keadaannya, ia terdiam sejenak berpikir bagaimana keadaan Sinta, mengapa disaat keadaannya yang begitu buruk ia masih bisa memikirkan orang lain.

Sesaat salah seorang perawat datang keruang itu untuk memeriksa Adhi, suster itu mendekat ke tubuh Adhi dan memberikan suntikan yang ditancapkan dipergelangan tangan kanan Adhi.
”Suster ,,,,,”
Sapa Adhi,
”Ada apa mas ?”
Jawab suster singkat.
Adhi: ”Kapan saya bisa keluar dari rumah sakit ini sus ?”
Suster: ”Kalau keadaan mas sudah membaik mungkin mas sudah dapat keluar”
Adhi: ”Lalu bagaimana dengan keadaan Sinta sus ?”
Suster: ”Hingga saat ini Sinta masih belum sadarkan diri, mungkin dosis obat bius untuk Sinta cukup banyak, tapi anda tidak usah khawatir ia baik-baik saja”.

Mendengar kata-kata suster itu Adhi merasa begitu tenang.

Saat-saat yang sudah dinantikan akan tiba tak lama lagi perban yang menutupi mata Sinta akan dilepas, ia sudah tak sabar lagi ingin melihat semuanya, namun Adhi begitu khawatir apa reaksi Sinta jika melihat keadaanya, saat dokter mulai melepas perban yang menutupi mata Sinta.
Adhi tak menampakan dirinya dihadapan Sinta. Perlahan Sinta membuka kedua matanya terlihat dihadapanya beberapa dokter dan keluarganya, ia begitu bahagia melihat ini semua, ia bersyukur kepada tuhan dan memeluk kedua orang tuanya.
Ia bertanya-tanya siapa seseorang yang telah baik mendonorkan matanya namun seluruh anggota keluarga termasuk dokter dan temannya masih merahasiakan identitas orang itu dari Sinta, Sinta pun bertanya dimana Adhi kenapa ia tidak ada ditempat ini, Evhie pun yang kebetulan berada disana menunjukan keberadaan Adhi sekarang. Evhie mengajak Sinta ketempat biasa dimana Adhi dan Sinta saling bertemu, setelah melalui jalan yang begitu melelahkan akhirnya mereka sampai ditempat itu, terlihat Adhi yang sedang duduk terpaku disaung atas puncak perkebunan teh.
Begitu bahagianya Sinta melihat semua ini, ini adalah pertama kalinya ia melihat Adhi dan tempat yang begitu indah yang sangat didambakannya selama ini, Sinta mulai mendekat kearah Adhi, menyadari kedatangan Sinta Adhi mulai terbangun dari tempat duduknya dan menyapa Sinta, tanpa disadari bahwa Adhi buta Sinta lekas memeluk erat-erat tubuh Adhi.

”Benarkah kamu Adhi ?”
Tanya Sinta terheran.
”Iya Sinta, inilah aku. Aku bahagia kamu bisa melihat aku”
Jawab Adhi.

Sinta hanya tersenyum tipis, mereka pun mulai duduk bersebelahan, ketika Sinta menulis sesuatu disecarik kertas yang bertuliskan I Love You dan Adhi disuruh membacanya begitu panik Adhi dengan apa yang dilakukan Sinta dan ia tidak dapat membacanya, Sinta bertanya tanya mengapa Adhi hanya terdiam. Sinta mulai curiga ia melambaikan tangannya kedepan wajah Adhi namun Adhi masih tetap diam tanpa reflek apapun, Akhirnya Sinta mulai menyadari dengan keadaan Adhi ia begitu kaget ternyata selama ini orang yang selalu menemaninya dan menjaganya ternyata tidak dapat melihat,

”Adhi teryata kamu buta … Ga mungkin, ini ga mungkin Dhi.”
Tanya Sinta kaget.
”Beginilah aku Sinta, apa dengan keadaan aku seperti ini kamu masih tetap dengan janjimu Sinta ?”
”Maafin aku Dhi, aku ga bisa nepatin janji aku, selama ini aku berharap seseorang yang akan mendampingiku sempurna bisa menjaga aku seutuhnya, dengan keadaanmu seperti ini sepertinya aku ga bisa”.

Sinta masih belum bisa menerima kenyataan ini tanpa sepatah katapun ia berlari meninggalkan Adhi.
Menyadari kepergian Sinta Adhi hanya terdiam menahan air mata yang mengalir dipipinya, ternyata begitulah cintanya Sinta tidak tulus.
Evhie yang masih tetap berdiri menunggu Adhi dan Sinta tidak percaya begitu teganya Sinta melakukan semua ini, dengan rasa kasihan Evhie mendekat kearah Adhi dan berkata …

”Sudahlah Dhi, ini semua takdir inilah jalan cinta yang kamu tempuh. Kamu sadarkan bagaimana Sinta saat kamu terpuruk olehnya ia meninggalkanmu sendiri, kadang cinta tidak semanis yang kita bayangkan”.

Adhi masih tetap terdiam menahan perihnya sakit dihati …

Selang waktu berganti Sinta tak sedikitpun menemui Adhi, ketika Sinta sedang duduk sendiri memandang keindahan suasana puncak dimana ia dulu menghirup udara sejuk dari tempat itu ia menemui sebuah buku diery dibalik tikar saung, dibukanya diery itu dan di bacanya ternyata diery itu milik Adhi. Di lembar pertama tertulis …

8 Agustus 2009.
Diery aku kangen banget sama Sinta, tapi aku ga mungkin menemuinya karna sekarang sudah larut malam …
Diery aku mau menelponnya tapi aku ga punya handphone dan Sinta selalu menyuruh aku mengucapkan kata-kata good nite untuknya jadi sekarang aku harus ke wartel menelpon Sinta yah walaupun jaraknya cukup jauh aku rela.

10 Agustus 2009.
Diery hari ini Sinta menghinaku karna jaket yang aku pakai ku beli dengan harga yang sangat murah, aku sakit banget. Aku akuin aku bukan orang kaya, aku tidak sebanding dengannya aku hanya seorang penulis yang selalu bermimpi yang tak pernah mempunyai penghasilan lebih.

12 Agustus 2009.
Diery malam ini malam minggu Sinta memintaku datang kerumahnya untuk menemaninya, jarak rumahnya begitu jauh dan aku ga punya kendaraan. Ingin pinjam motor teman dipakai semua jadi aku terpaksa pakai sepeda tetangga ku walaupun sangat lelah aku mengayuh pedal sepeda itu hingga setelah pulang dari rumahnya kaki ku terasa begitu sakit.

13 Agustus 2009.
Diery tanggal 17 nanti Sinta ulang tahun aku ingin memberikan kado untunya tapi uangku tidak cukup, tadi Indah temanku menawarkanku meminjamkan uangnya kepada ku untuk beli kado tapi aku tidak mau menerimanya, aku tidak ingin memberikan hadiah untuk orang yang aku sayang dengan bantuan orang lain dan akhirnya ia menawariku untuk mengetikan tugas kampusnya dengan bayaran yang tidak begitu besar tapi cukup untuk membeli sebuah hadiah untuk Sinta.

14 Agustus 2009.
Diery Sinta ingin sekali dapat melihat, sejak lahir hingga dewasa ia hanya dapat melihat kegelapan, aku ingin sekali Sinta bahagia, kebahagiaannya adalah dapat melihat dunia dan kehidupan ini. Keluarganya sudah berusaha mencari pendonor mata untuk Sinta namun belum juga mendapatkannya,
Diery setelah ku pikirkan aku akan mendonorkan mataku untuk Sinta,
Diery tadi juga aku mengungkapkan isi hatiku dengannya namun ia menolaku ia ingin menjadi kekasihku jika ia bisa melihat dan aku memutuskan mendonorkan mataku untuknya agar cintaku dapat terbalaskan.

15 Agustus 2009.
Diery hari ini aku dan Sinta akan melakukan operasi pencangkokan mata, aku berharap operasi ini berjalan lancar dan Sinta dapat menemukan kebahagiaannya …

Setelah enam hari terakhir Adhi menulis diery untuk hari ketujuh ia tidak dapat menulis diery lagi karna ia sudah tak dapat melihat, namun ia tak henti menulis diery ia menyuruh Evhie menulisnya dengan di dikte …

Inilah diery terakhirnya …
16 Agustus 2009.
Diery hari ini Sinta sudah dapat melihat, tadi siang ia menemui ku diperkebunan teh ditepi puncak, kata-katanya begitu menyakitkan ia dulu pernah berjanji jika dapat melihat ia akan membalas cintaku namun setelah ia mengetahui bahwa aku tidak dapat melihat ia pergi begitu saja meninggalkan ku dalam keterpurukan, teryata cinta dan janji manisnya hanyalah kepalsuan. Aku kecewa banget diery.

Setelah membaca diery yang ditulis Adhi dalam satu minggu akhirya Sinta menyadari kebodohannya, ia duduk terpaku merenung dan berkata dalam hatinya

”Apa yang telah aku lakukan, Adhi yang begitu tulus mencintaiku dengan bodohnya aku mengecewakannya aku yang selalu memberikan mines 10 karena ia tidak punya handphone namun plus 100 karena ia selalu mengucapkan good night dengan pergi ke wartel yang sangat jauh dan larut malam hanya untuk ku,
mines 10 karena jaketnya murah dan plus 100 karena jaket yang sering ku hina itu pernah melindungi ku dari derasnya hujan walaupun ia sendiri merasa kedinginan, mines 10 karena aku yang sering memarahinya karena sering datang telat saat malam minggu namun plus 100 karna ia rela datang untuk menemani kesendiriannku walaupun dengan menggunakan sepeda hingga kakinya sering pegal dan terluka, teryata selama ini aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Mines 10 karna hadiah yang ia berikan hanya sebuah buku diery yang telah ditulisnya dan murahan ini namun plus 100 karna ia membeli buku ini dengan jerih payahnya dan buku ini yang telah membuka mata hati ku.”

Setelah ia merenung ia menyesali perbuatannya dan ia lekas menemui Adhi dirumahnya namun saat ia sampai didepan rumahnya terlihat bendera kuning memenuhi rumahnya ia terkaget dan bertanya siapa yang meninggal ternyata yang meninggal adalah Adhi karna sebuah kecelakaan.
Sinta melihat tubuh yang tergulai kaku dengan diselimuti kain kafan putih dan hanya terlihat wajah Adhi yang berparas kesedihan, melihat itu air mata Sinta mulai berkaca-kaca. Ditengah keheningan itu tiba-tiba Evhie datang menghampiri Sinta dan memberikat secarik kertas dengan bertuliskan.

”Sinta, semoga kamu bahagia dengan semua ini, aku tau kamu ingin mempunyai kekasih yang sempurna namun kau tak pernah menyadari kesempurnaan bukanlah segalanya dengan tulus aku menyayangi mu walau kau seperti dahulu yang tak sempurna, semoga kamu dapat menemukan kebahagiaanmu dengan melihat dunia yang indah ini semoga mataku itu dapat menemanimu hingga akhir hayatmu” …

Ternyata Sinta menyadari selama ini Adhi tidak buta ia sempurna namun ia rela mengorbankan matanya hanya demi kesempurnaan orang yang disayanginya.
Sinta tidak dapat apa-apa lagi hanya penyesalan dan tangisan yang ia dapat.
Cinta sejatinya tak akan pernah kembali untuk selamanya.

Judul: hiduplah dengan mataku
Oleh: “adhi”

Leave a Reply