Motivasi Pelanggaran Etika Jabatan (Nigro dan Nigro)

Posted on

Motivasi Pelanggaran Etika Jabatan (Nigro dan Nigro) – Mal Administrasi adalah suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi atau suatu praktek administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi (Widodo Joko, 2001).

Menurut Nigro & Nigro (dalam Muhadjir Darwin,1999), terdapat 8 bentuk Mal-Administrasi yaitu:

  1. Ketidakjujuran (dishonesty), yaitu suatu tindakan administrasi yang tidak jujur. Dikatakan tidak jujur karena tindakan tersebut berbahaya dan menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) dan dalam beberapa contoh (mengambil uang barang publik untuk kepentingan sendiri, menerima uang suap dari pelanggan, menarik pungutan liar, dsb) dapat merugikan kepentingan organisasi atau masyarakat.

  2. Perilaku yang buruk (unethical behaviour), misalnya seorang pegawai administrator publik melakukan tindakan dalam batas-batas yang diperkenankan hukum tetapi tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tidak etis sehingga tidak dapat dituntut secara hukum, misalnya: seorang pimpinan minta agar meluluskan seorang familinya dalam seleksi pegawai.

  3. Mengabaikan hukum (disregard of the law), yaitu pegawai administrator publik yang mengabaikan hukum atau membuat tafsiran hukum yang menguntungkan kepentingannya. Misalnya: seorang pegawai kantor memakai mobil dinas untuk kepentingan keluarga padahal tahu secara hukum hanya diperuntukkan kepentingan dinas.

  4. Faforitisme dalam menafsirkan hukum, yaitu pejabat atau pegawai di suatu instansi tetap mengikuti hukum yang berlaku tetapi hukum tersebut ditafsirkan untuk menguntungkan kepentingan tertentu.

  5. Perlakukan yang tidak adil terhadap pegawai, yaitu seorang pegawai yang diperlakukan secara tidak adil, misalnya seorang pimpinan yang menghambat karirnya karena merasa tersaing.

  6. Inefisiensi bruto (gross ineffienssy), yaitu apapun bagus maksudnya jika suatu instansi tidak mampu melakukan tugasnya secara memadai maka para adminsitrator tersebut dapat dikatakan gagal. Misalnya: pemborosan dana secara berlebihan.

  7. Menutup-nutupi kesalahan, yaitu seorang pegawai yang menutup-nutupi kesalahan sendiri atau kesalahan bawahannya, menola diperiksa atau dikontrol legislatif, melarang pers meliput kesalahannya atau instansinta semua itu dilakukan untuk melindungi diri atau posisi tertentu.

  8. Gagal menunjukkan inisiatif, yaitu seorang pegawai yang gagal membuat keputusan yang positif atau menggunakan diskresi (keleluasaan) yang diberikan hukum kepadanya.

Salah satu bentuk dari Mal-Administrasi adalah KORUPSI, yaitu bentuk perbuatan menggunakan barang publik, bisa berupa uang dan jasa, untuk kepentingan memperkaya diri dan bukan untuk kepentingan publik. Korupsi dilihat dari proses terjadinya perilaku korupsi dapat dibedakan dalam tiga bentuk:

  • Graft, yaitu korupsi yang bersifat internal (korupsi yang dilakukan tanpa melibatkan pihak ketiga: menggunakan atau mengambil barang kantor, uang kantor, jabatan kantor untuk kepentingan sendiri). Korupsi ini terjadi karena mereka mempunyai kedudukan dan jabatan di Kantor tersebut. Dengan wewenangnya para bawahan tidak dapat menolak permintaan atasannya. Mereka justru berkewajiban melayani atasannya, bila menolak atau mencegah permintaan atasan maka dianggap sebagai tindakan yang tidak loyal terhadap atasan.

  • Bribery (penyogokan, penyuapan), yaitu tindakan korupsi yang melibatkan orang lain di luar dirinya (instansinya). Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar dapat mempengaruhi objektivitas dalam membuat keputusan atau keputusan yang dibuat akan menguntungkan pemberi, penyuap atau penyogok. Tindakan ini bisa berupa materi ataupun jasa, korupsi semacam ini seringkali terjadi pada dinas/instansi yang mempunyai tugas pelayanan, menerbitkan surat ijin, rekomendasi dan sebagainya sehingga mereka yang berkepentingan lebih suka mencari calo, memberi uang pelicin agar urusannya dapat diperlancar.

  • Nepotism, yaitu tindakan korupsi berupa kecenderungan pengambilan keputusan yang tidak berdasar pada pertimbangan objektif, rasional, tapi didasarkan atas pertimbangan ”nepitis” dan” kekerabatan”,(misalnya: masih teman, keluarga, golongan, pejabat, dan sebagainya). Mereka melakukan tindakan terbut karena akan merasa aman dan dilindungi.

Sedangkan korupsi bila dilihat dari sifat korupsinya dibedakan menjadi dua yaitu:

    1. Korupsi Individualis, yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh salah satu atau beberapa orang dalam suatu organisasi dan berkembang suatu mekanisme muncul, hilang dan jika ketahuan pelaku korupsi akan terkena hukuman yang bisa berupa disudutkan, dijauhi, dicela, dan bahkan diakhiri nasib karirnya. Perilaku korup ini dianggap oleh kelompok (masyarakat) sebagai tindakan yang menyimpang, buruk, dan tercela.

    2. Korupsi Sistemik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh sebagian besar (kebanyakan) orang dalam suatu organisasi (melibatkan banyak orang). Dikatakan sistemik karena tindakan korupsi ini bisa diterima secara wajar atau biasa (tidak menyimpang) oleh orang-orang yang berada di sekitarnya yang merupakan bagian dari suatu realita.Jika ketahuan maka diantara mereka akan saling melindungi, menutup-nutupi dan mendukung satu sama lain demi untuk menyelamatkan orang yang ketahuan tersebut.

Faktor-faktor timbulnya Mal-Administrasi ada 2, yaitu:

  1. Faktor Internal, yaitu faktor yang berupa kepribadian seseorang yang berwujud suatu niat, kemauan, dorongan yang tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan mal-administrasi. Faktor inji disebabkan oleh lemahnya mental, dangkalnya agama dan keimanan sehingga memudahkan mereka untuk melakukan suatu tindakan mal-adminsitrasi.

  2. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri sesorang yang melakukan tindakan mal-administrasi, disebabkan karena lemahnya peraturan, lemahnya lembaga kontrol, lingkungan kerja dan sebagainya yang membuka peluang (kesempatan) untuk melakukan tindakan mal-administasi (korupsi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.