Kisah Sahabat dan Tauladan Abu Bakar As-Siddiq

Posted on

Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Kaab bin Saad bin Taim bin Murrah bin Kaab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi radhiyallahu anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar adalah shahabat Rasulullah shalallahualaihi was salam yang telah menemani Rasulullah sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar memiliki julukan “ash-Shiddiq” dan “Atiq”. Beberapa hal yang patut kita teladani dari kepribadian Abu Bakar sebagai pemimpin.

Dalam sambutannya beliau mengatakan:

1. ”Ayyuhannas qad wulliitu ‘alikum (wahai umat manusia, tuan-tuan telah sepakat memilihku sebagai khalifah, untuk memegang ulil amri/memimpin tampuk pemerintahan),” tetapi ketahuilah, “wa lastu bikhayrikum (aku ini bukanlah yang terbaik dari kalian”).

Akhlak yang tawadhu’ ditanamkannya di dalam dirinya, walaupun ia memegang suatu kedudukan yang tertinggi, menggantikan rasulullah saw. Kesadaran bahwa dirinya yang terpilih dan bukan berarti yang yang terbaik ini sangat penting karena akan membuat seseorang berjiwa besar dan terbuka dengan segala macam saran dan kritik yang membangun dan membawa kemaslahatan.

2. “Wa in ahsantu fa’aiinuuniiy (maka apabila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku)”.Kalau aku berada dalam garis yang benar, berbuat baik, sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang disepakati, bantulah aku untuk mengembangkan dan melaksanakan tindakan yang benar itu.

Akhlak yang kedua inilah yang ditanamkannya ketika dia menjadi khalifaturrasulillah saw. Di dalam dirinya, sebelum dia meminta bantuan kepada umat pendukungnya. Terlebih dahulu ia harus berada dalam garis amaliah yang benar, melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan hukum dan keadilan.

3. “Wa ini asa’tu faqawwimuuniiy (tetapi jika aku bertindak salah, betulkanlah)”.Kalau saudara sekalian melihat dalam perjalanan kebijaksanaanku nanti menyimpang dari garis yang benar, jangan biarkan aku terus menyeleweng, luruskan aku.
Khalifah Abu Bakar tidak ingin umatnya menjadi seperti kambing, tetapi ia menghendaki umatnya manusia yang baik, yang melihat tindakan yang tidak lurus segera mencegahnya untuk kebahagiaan bangsa dan umat, agar umat senantiasa di dalam garis yang benar.

4. “Ash-shidqu amaanah wal-kidzbu khiyaanah (berkata jujur adalah amanah, berkata bohong adalah khianat)”.Berkata benar dan berbuat benar, berkata jujur dan berbuat jujur adalah amanah dari Allah swt Bukan amanah dari manusia; Dan amanah dari Allah lebih tinggi dari pada amanah manusia.

Akhlak ini adalah baik untuk dirinya sebagai pemimpin, sebagai khalifah –kepala Negara—maupun untuk seluruh rakyatnya.
Akhlak yang ditanamkan Abu Bakar pada waktu itu kepada dirinya: berkata tidak benar, berkata tidak jujur, berbuat tidak benar dan bertindak tidak jujur, adalah khianat kepada Allah swt. Bukan semata-mata berkhianat kepada manusia, akan tetapi hakikatnya mengkhianati Allah Rabbul ‘Alamin.

5. “Addhaiifu fiikum qawiyyun indiiy hattaa ‘urjia ilaihi haqqahu insya Allah (siapa saja yang lemah diantaramu akan kuat bagiku, sampai aku dapat mengembalikan haknya, insya Allah)”.

Di antara saudara sekalian tentu terdapat orang yang lemah, orang yang dhaif, mungkin karena kemiskinannya dia lemah, tidak punya backing ia lemah dan teraniaya, orang yang demikian itu kata Abu Bakar, di sisiku ia adalah kuat, aku sendiri yang akan mempertahankan hak orang yang lemah itu. Jangan sampai dia dipermainkan oleh orang lain, kalau orang mencoba mempermainkan hak orang yang lemah itu, maka ia akan langsung akan berhadapan dengan aku sendiri, Insya Allah, kata Abu Bakar.

6. “Wal qawiiyu minkum dhaiifun indiiy hattaa akhadzu minhu insya Allah (siapa saja yang kuat di antara kamu akan lemah berhadapan dengan aku, sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah)”.

Mengambalikan hak orang lain. Di antara saudara sekalian tentu banyak orang yang kuat, mungkin karena hartanya, karena kedudukannya, karena kekuasaanya menjadi kuat. Dan dia sebenarnya orang yang lemah di sisiku sehingga haknya kupegang agar ia jangan berbuat sewenang-wenang dengan kekuatannya di tengah-tengah masyarakat.

7. “Athiiuuniiy maa ‘athatullaha wa rasuulahu (ta’atlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan rasul-Nya)”.Ta’at kepada pimpinan karena Allah. Kepada saudaraku sekalian taatillah aku, selama aku masih mentatai Allah dan mentaati rasul-Nya.

8. “Fain ashaitullah wa rasuulahu fa laa thaaata lii alaikum (apabila aku tidak ta’at lagi kepada Allah dan rasul-Nya, maka tidak ada wajib ta’atmu kepada aku)”. Hilanglah wajib ta’at kalau aku tidak lagi berada di atas garis Allah swt. Tidak lagi mentaati perintah Allah dan tidak lagi mentatai perintah rasul-Nya, maka tidak ada lagi kewajiban bagi saudara sekalian untuk taat kepadaku sebagai Khalifah. Begitu kata abu Bakar yang jujur dan tidak pernah berdusta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.