Pompeii (Kota Hilang Part 3)

Posted on
Ritemail_Blogspot_Com_013
Sumber Gambar: Pics4u-saini.blogspot.com

Orang-orang sering menggunakan kiasan “Duduk di tepian kawah gunung berapi” untuk melukiskan situasi yang gawat, Kota Pompeii justru berada dalam kondisi semacam itu.Berlokasi di kaki gunung berapi Vesuvius, Kota Pompeii bagaikan menggendong sebuah bom waktu. Selama 17.000 tahun belakangan ini, gunung berapi Vesuvius tidak pernah sepi aktivitas, letusan terakhir terjadi pada 1944.

Sedangkan letusan yang paling terkenal terjadi hampir 2000 tahun silam yakni pada 24 Agustus 79. Letusan kala itu dalam sekejap telah melenyapkan dua kota, satu di antaranya ialah Pompeii.

Senantiasa, Tuhan menggunakan berbagai macam cara untuk memberi peringatan kepada umat manusia, pelajaran dari Pompeii inilah yang sedemikian membuat orang ketakutan.

Sewaktu saya masih di bangku SMA, saya pernah membaca sebuah artikel tentang Pompeii. Teringat itu hanyalah sebuah kota mati yang tak berpenghuni, karena peristiwa tersebut lebih dari unik, maka telah tumbuh suatu keinginan hendak melihat panoramanya secara keseluruhan. Kemungkinan pikiran sekejap saat itulah yang mendorong perjalanan saya kali ini ke Italia.

Bermandikan sinar mentari hangat semenanjung Apennine, di dalam dekapan teluk Naples, wilayah luas Campania. Italia memiliki 4 musim yang ramah dan tanah yang subur, pernah dinobatkan sebagai taman terbahagia di dunia. Hampir 2.000 tahun yang lampau, Pompeii sebagai salah satu kota termakmur dari imperium Romawi, menyambut raja, pangeran dan para pembesar serta khalayak umum yang berdatangan dari manca negara.

Ajing itu selalu menguntit ke mana orang-oarang berjalan. Barangkali mereka terbiasa diberi makan oleh para pelancong, cerdik juga anjing-anjing itu ternyata bisa mengenali para wisatawan. Demikian sekilas selingan.

Luas kota kuno Pompeii sekitar 1,8 km2, dikelilingi oleh tembok kota sepanjang 4.800 meter, pada poros timur-barat dan utara-selatan masing-masing mempunyai dua jalan raya yang membagi Pompeii menjadi 9 wilayah, gang-gang kecil saling memotong dan melintang, bangunannnya terlihat agak semrawut tapi enak dipandang.

Permukaan jalan diratakan dengan batu bulat besar (Cobblestone), bekas lindasan kereta meninggalkan cekungan mendalam, menunjukkan kesibukan pada waktu itu. Berlenggang kangkung di antara puing-puing terbesar di dunia, menjelajahi jalan dan gang berusia 2,000 tahun, mau tak mau terbayang kehidupan orang Pompeii kuno.

Pada ke dua sisi jalan terdapat sejumlah kedai arak, pastry, toko buah, toko palen, toko minyak zaitun, toko kecap ikan, bengkel pertenunan, bengkel gerabah, bengkel emas dan perak dan lain-lain yang banyak sekali. Pusat kota adalah pusat kegiatan ekonomi dan keagamaan pada masa itu, puing-puing pilar tinggi besar dan kusen marmer menunjukkan kemakmuran dan kemewahan serta modernitas masa silam.

Di dalam kota terdapat 3 buah kolam rendam pemandian berskala besar, air dialirkan dari sumber mata air di atas gunung dengan ditopang oleh talang air yang berkerangka tinggi, mengalir ke pemandian umum dan kamar mandi pribadi.

Kebudayaan mandi adalah salah satu keunikan Pompeii, membicarakan bisnis, ngobrol, bernostalgia semuanya dilangsungkan di dalam kolam pemandian. Di dalam pemandian terdapat ruang ganti, ruang pijat, KM-WC, ubin dengan pemipaan hangat (untuk musim dingin), boleh dibilang itu adalah fasilitas pemandian modern.

Gedung opera yang bisa menampung 5.000 orang, menampilkan pertunjukkan musik dan komedi. Arena gladiator berkapasitas penonton 20.000 orang dapat membuat warga kota menikmati pertarungan berdarah. Bangunan berlantai dua betebaran di mana-mana, sangat ekstravagansa. Di dalam kota di mana-mana diliputi gaya royal yang mengobral kenikmatan dan kemaksiatan. Pompeii yang tanpa ikatan moralitas sedang berjalan di tepian jurang kehancuran tapi belum merasakan apa-apa.

Akhirnya, pintu neraka dibuka untuk pompeii, gunung berapi Vesuvius yang berjarak 6 mil telah meletus dengan dahsyat. Lahar panas dalam jumlah mengerikan dilontarkan ke atas langit, untuk kemudian menukik menutupi langit dan menyelimuti bumi, lahar bercampur batu kerikil menerjang ke jalan-jalan dan gang-gang, Pompeii yang dikelilingi gas beracun mengalami kebakaran hebat dan api neraka.

Seiring dengan terus menumpuknya isi gunung berapi, tempat yang makmur dan mewah itu terhapus dari bumi. Setelah lewat 1.000 tahun lebih, Pompeii lambat laun berubah menjadi sebuah legenda.

Persis dengan kemusnahannya, Pompeii ditakdirkan ditemukan kembali. Satu cangkulan yang sepertinya kebetulan, telah menggali misteri sejarah yang berusia hampir 2.000 tahun.

Pada 1748 ditemukan batu dengan tulisan ukir Pompeii, orang-orang baru mengetahui Pompeii di dalam dongeng ternyata memang pernah eksis. Hingga pada 1861, Italia secara resmi baru menggerakkan penggalian besar-besaran.

Melalui penggalian dan restorasi selama seratus tahun lebih, kota kuno Pompeii secara perlahan terpampang di hadapan manusia bumi. Sisa jasad orang-orang Pompeii yang berusaha lari dari nasib buruk itu perlahan-lahan lenyap dari dalam abu vulkanik yang berangsur mengeras, membentuk sebuah kepompong yang berongga. Para arkeolog menuangkan gips cair ke dalam “cetakan tubuh manusia” itu dan memamerkannya kepada dunia tentang episode terakhir Pompeii.

Nama Pompeii seiring dengan berlangsungnya pekerjaan penggalian, mulai tersebar di seluruh dunia Barat. Orang-orang mengagumi gedung bangunan dan keseniannya, tapi malah telah mengabaikan tujuan sesungguhnya Pompeii dipamerkan kepada umat manusia.

Tuhan bukannya menyuruh orang-orang eksis demi mengejar keduniawian dan kenikmatan tiada henti, Tuhan selamanya tidak pernah menyuruh manusia hidup seperti itu, manusia di dalam suasana seperti Pompeii kuno hanya mempercepat kemusnahannya sendiri.

Kehidupan yang dipenuhi dengan kegembiraan dan kenikmatan maksimal semacam itu pada akhirnya tidak dipilih oleh Tuhan, maka ia ditakdirkan mengalami kemusnahan. Persis dengan sebuah moto yang tertera pada sebuah mural kota Pompeii: “Tiada suatu benda apapun bisa abadi”, segala materi yang dikejar dengan antusias akan ditakdirkan menjadi kosong.

Melalui melancong beberapa jam, temperatur di kota puing itu semakin meningkat, para wisman semakin bertambah banyak. Melihat mimik berat yang terpampang pada wajah mereka, entah apa yang sedang dipikirkan. Angin liar menjelajahi celah-celah di antara puing, mirip keluhan dan rintihan roh gentayangan.

Keluar dari kota tersebut, matahari sepertinya terlihat begitu cemerlang dan kota kuno Pompeii perlahan-lahan lenyap di kejauhan. (Epochtimes.co.id/whs)

2 comments

  1. Saya pernah melihat filmnya di harun yahya. Bahwa bangsa pompei adalah bangsa yang makmur tapi mengalami kebejatan moral yang luar biasa, sebelum akhirnya di musnahkan oleh letusan gunung Vesuvius. Who knows

Leave a Reply to Agung Budidoyo Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.