Hukum dan Cara Puasa Sunnah 6 Hari Bulan Syawal serta Manfaatnya

Posted on
Hukum dan Cara Puasa Sunnah 6 Hari Bulan Syawal serta Manfaatnya
Hukum dan Cara Puasa Sunnah 6 Hari Bulan Syawal serta Manfaatnya

Puasa sunnah yang dilakukan setelah bulan ramadhan berdasarkan hukum yang ada dan cara melakukan puasa enam maupun keutamaan manfaat puasa sunnah 6 hari dibulan syawal, setelah puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan sama dengan puasa setahun, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya.

Daftar isi

Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمّ أتْبَعَهُ سِتَا مِنْ شَوّالَ آان آصيام الدّهْرَ

“Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun” (HR. Muslim).

Hukum Puasa Syawal 6 Hari

Puasa syawal memiliki hukum mustahab (sunah). Berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa yang puasa Ramadan lalu mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia mendapat pahala puasa setahun penih”. (HR Muslim no. 1164).

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan bahwa, “Puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya mustahab menurut mayoritas para ulama”. (Al-Mughni, 3/176).

Niat puasa syawal 6 hari ternyata boleh dilafalkan setelah matahari terbit. Ya, puasa Syawal ini memiliki perbedaan dengan puasa wajib Ramadan. Puasa syawal merupakan salah satu dari puasa sunah, maka pelafalan niatnya pun bisa dilakukan di siang hari sejauh kamu belum makan, minum, dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak subuh.

Bagi yang belum mengetahui tentang puasa Syawal, ini merupakan puasa sunah 6 hari yang dikerjakan di bulan Syawal. Dimana bagi umat yang melaksanakan puasa Syawal 6 hari ini, akan mendaoatkan pahala seperti berpuasa selama setahun penuh. Hal ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW, berbunyi:

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan, kemudian ia ikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapat pahala seperti puasa setahun penih.” (HR Muslim).

Berkat keistimewaannya ini, membuat umat Muslim ingin menjalankan ibadah puasa Syawal ini. Namun, bagi kamu yang baru pertama kali ingin menjalankan puasa Syawal ini, kamu perlu mengetahui beberapa ketentuannya terlebih dahulu.

Waktu Menunaikan Puasa Syawal 6 Hari

Puasa Syawal dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri atau mulai tanggal 2 Syawal, sampai akhir bulan Syawal. Bulan Syawal memiliki makna ‘peningkatan’. Maksudnya, setiap Muslim diharapkan dapat meningkatkan ibadah dan amal baiknya usai Ramadhan.

Umroh.com merangkum, hukum berpuasa enam hari di bulan Syawal adalah sunnah yang boleh dilaksanakan mulai tanggal dua Syawal. Apabila melaksanakan puasa sunnah enam hari ini pada tanggal satu Syawal maka hukumnya tidak sah dan haram. Dalam hadits disebutkan, dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata,

“Nabi Muhammad Saw, melarang berpuasa pada dua hari raya; idul fitri dan idul adha(maksudnya tanggal satu Syawal atau sepuluh bulan Dzulhijjah.

Praktik berpuasa 6 hari di bulan Syawal sama dengan berpuasa di bulan Ramadhan, boleh bersahur dan berhenti sahur saat waktu imsak. Perbedaannya, pada saat melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal, boleh dilakukan secara berurutan atau berselang hari yang penting masih di bulan Syawal. Namun apabila merujuk pada firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 133, sebaiknya dilaksanakan sesegera mungkin.

Allah berfirman, “Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”

Jika Syawal  sudah habis boleh saja seseorang berpuasa Syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut atau pun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.

Mana yang Lebih Utama Membayar Utang Puasa atau Melaksanakan Puasa Syawal?

Para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan dan kebolehan puasa sunah sebelum qadha puasa. Mereka khilaf (berselisih) dalam dua pendapat dan dua riwayat dari Imam Ahmad ada pada dua pendapat tersebut. Dan yang sahih hukumnya boleh.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits sahih yang marfu’:

“Barangsiapa yang puasa Ramadan lalu mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia mendapat pahala puasa setahun penuh” (HR. Muslim no. 1164).

Sabda beliau “…puasa Ramadan lalu mengikutinya…” dimaknai oleh sejumlah ulama kepada wajibnya menyempurnakan puasa Ramadan sebelum mengerjakan puasa sunah. Dan ini juga zahir perkataan dari Sa’id bin Musayyab yang dibawakan Al-Bukhari secara mu’allaq (tidak menyebutkan sanad secara lengkap), beliau berkata tentang puasa sunah sepuluh hari (bulan Dzulhijjah) sebelum qadha puasa Ramadan:

 “Tidak dibenarkan kecuali diawali dengan (qadha) puasa Ramadan“

Al-Baihaqi dan Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ats-Tsauri, dari Utsman bin Muhib, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah ketika ditanya seseorang:

Saya memiliki beberapa hari utang puasa Ramadan, bolehkah saya puasa sunah sepuluh hari? Abu Hurairah menjawab: tidak boleh. Orang tersebut bertanya: mengapa? Abu Hurairah menjawab: dahulukan hak Allah, kemudian baru kerjakan yang sunah semaumu“.

Dan diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, dari Ibnu Juraij, dari ‘Atha bahwa beliau menganggap hal itu makruh.

Dan diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, dari Sufyan, dari Hammad bahwa ia berkata:

Aku bertanya kepada Ibrahim bin Sa’id bin Jubair tentang seorang lelaki yang memiliki beberapa hari utang puasa Ramadan, bolehkah ia puasa sunah sepuluh hari? Ibrahim bin Sa’id berkata: tidak boleh, dahulukan yang wajib.

Dan mengakhirkan qadha puasa Ramadan hingga bulan Sya’ban hukumnya boleh, berdasarkan perbuatan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Sebagaimana diriwayatkan Al-Bukhari dari Abu Salamah, ia berkata: aku mendengar Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

Aku pernah memiliki utang puasa Ramadan, dan aku tidak bisa menunaikannya hingga di bulan Sya’ban

Pendapat yang sahih adalah boleh mengakhirkan qadha puasa Ramadhan walaupun bukan karena darurat, dengan cacatan bahwa menyegerakannya lebih utama. Jika tanpa darurat saja boleh, tentu mengakhirkannya karena mengerjakan puasa Syawal lebih layak untuk dibolehkan. Dan ini adalah salah satu riwayat dari pendapat Imam Ahmad rahimahullah.

Dengan catatan, bahwa ulama sepakat bahwa yang lebih utama adalah mendahulukan qadha puasa dan melepaskan diri dari tanggungan. Dalam pandangan kami, inilah makna yang diinginkan oleh Abu Hurairah, Sa’id bin Musayyib, Atha, Sa’id bin Jubair, Ibrahim bin Sa’id pada riwayat-riwayat di atas.

Dan perlu dicatat juga, bahwa orang yang tidak puasa Ramadhan karena suatu uzur maka ditulis baginya pahala puasa untuk hari yang ia tinggalkan tersebut walaupun ia belum menunaikan qadha puasanya. Karena orang yang terhalang karena suatu uzur itu dihukumi sebagaimana orang yang mengamalkan amalan yang sah. Sebagaimana dalam sebuah hadis:

Jika seorang hamba sakit atau sedang safar, maka ditulis baginya pahala amalan yang biasa ia lakukan dalam keadaan sehat dan tidak safar” (HR. Bukhari no. 2996).

Dan qadha puasa Ramadan waktunya luas, sedangkan puasa Syawal waktunya terbatas, sempit dan cepat berlalu”

Fatwa Imam Ibnu Utsaimin tentang wanita yang memiliki utang puasa ramadhan, sementara dia ingin puasa syawal,

“Jika seorang wanita memiliki utang puasa ramadhan, maka dia tidak boleh puasa syawal kecuali setelah selesai qadha. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal…”. Sementara orang yang masih memiliki utang puasa ramadhan belum disebut telah berpuasa ramadhan. Sehingga dia tidak mendapatkan pahala puasa 6 hari di bulan syawal, kecuali setelah selesai qadha.” (Majmu’ Fatawa, 19/20).

Para ulama mengatakan, selama bulan Syawal itu boleh melaksanakan puasa. Sehingga apabila kuat berpuasa, maka bisa membayar utang puasa Ramadhan terlebih dahulu lalu dilanjutkan puasa sunah Syawal di bulan tersebut.

Tata Cara Puasa Syawal

Tata cara Puasa Syawal sama dengan tata cara puasa lainnya secara umum, di antaranya: Melafalkan niat, Jangan lupa berpuasa Syawal didasari dengan niat telebih dahulu, Makan sahur disunnahkan makan sahur sebelum terbit fajar. Namun, tidak makan sahur pun (misalnya terlambat bangun) tidak apa-apa jika kuat, dalam artian puasa tetap sah. Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, saat berpuasa, hendaknya senantiasa untuk menahan diri dari makan, minum serta hal lain yang dapat membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari, atau waktu Maghrib. Berbuka puasa, disunnahkan menyegerakan berbuka puasa ketika matahari terbenam, yakni bersamaan dengan masuknya waktu Maghrib.

Doa berbuka puasa:

Terdapat sebuah hadits shahih tentang doa berbuka puasa, yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 “Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah-ed.”

“Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki.” (Hadits shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, nomor 2357] dan selainnya; lihat Shahih al-Jami’: 4/209, nomor 4678)

Atau Boleh juga menggunakan:

“Allahumma lakasumtu wabika aamantu wa’alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar roohimiin. “

Artinya: “Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, dan atas rezeki-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mu, Ya Allah Tuhan Maha Pengasih.

Manfaat dan Fadilah 6 Hari Bulan Syawal

bulan ramadhan sudah usai, kini sudah mulai memasuki bulan syawal. Pada bulan syawal dianjurkan untuk melakukan puasa syawal selama 6 hari setelah puasa ramadhan. Membiasakan puasa setelah ramadhan ini ternyata memiliki banyak manfaat di antaranya:

  1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
  2. Puasa Syawal dan Sya’ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
  3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta’ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: “Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya.” Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
  4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya ‘ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah ‘Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
  5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.

Sumber:

  1. E-Book, Panduan Ibadah Ramadhan, Iman Santoso, Lc.
  2. Website, Waktu Puasa Syawal 6 Hari Setelah Bulan Ramadhan

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.